A GOOD PHOTOGRAPH IS KNOWING WHERE TO STAND - ANSEL ADAMS
Ansel Easton Adams (lahir di San Francisco, California, 2 Agustus 1902 – meninggal 4 Oktober 1984 pada umur 82 tahun) adalah fotografer Amerika Serikat dan seorang aktivis lingkungan yang dikenal dengan foto-foto hitam putihnya mengenai Amerika Serikat Barat, khususnya Taman Nasional Yosemite. Salah satu dari foto terkenalnya adalah Moonrise, Hernandez, New Mexico.
Bersama Fred Archer, Adams mengembangkan sistem zona sebagai cara menentukan pajanan yang paling tepat, dan menyesuaikan kontras hasil cetakan. Adams biasanya menggunakan kamera format besar. Meskipun ukurannya besar, berat, perlu waktu untuk pemasangan, dan harga filmnya mahal, kamera format besar menghasilkan foto resolusi tinggi dan tajam.
PENDAHULUAN
Fotografi hitam putih, tak sekedar kombinasi monokromatik antara hitam dan putih semata secara visual, namun lebih dari itu foto hitam putih mengandung berbagai kedalaman teknis yang meliputi bagaimana bentuk, tone, tekstur, garis, kontras dan bayangan berkombinasi secara dinamis tanpa takut untuk terganggu oleh warna-warna lainnya. Dalam foto hitam putih juga terdapat sebuah penekanan terhadap kepekaan dan sensitifitas seorang fotografer didalam mengolaborasikan unsur terang dan gelap menjadi sebuah kesatuan yang utuh secara visual. Dengan kata lain lewat media fotografi hitam putih kita dapat melihat hitam dan putihnya dunia lewat sebuah kekuatan imaji yang terbentuk oleh rekaman kamera.
Dalam berbagai dominasi warna-warni yang biasa dilihat oleh mata kita, cenderung agak sulit unuk membayangkan bagaimana seluruh elemen visual yang terpancar berkat cahaya itu bisa ditransformasikan menjadi bernuansa monokrom. Jadi, fotografi hitam putih pada umumnya, tidak dapat dilepaskan dari pengaruh seni fotografi secara umum yang sangat banyak mempengaruhi fotografi hitam putih, baik secara teknis maupun berbagai latar belakang yang mendasarinya.
Bila kita membicarakan foto, maka tidak dapat terlepas dari apa yang disebut dengan Fotografi. Fotografi berasal dari dari kata Photos yang berari sinar dan Graphos yang berarti menggambar atau melukis. Jadi dapat diartikan bahwa fotografi adalah suatu proses menggambar dengan menggunakan sinar dan akan menghasilkan sebuah gambar yang biasa disebut foto. Dengan demikian dalam pembuatan sebuah foto, unsur yang terpenting yang harus ada adalah sinar / cahaya. Tanpa ada sinar tidak akan mungkin terjadi foto. Sedangkan alat untuk melukis sinar tersebut adalah alat yang bernama kamera.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa foto adalah suatu gambar yang diperoleh dari sebuah transformasi realitas kedalam sebuah rekaman alat yang bernama kamera
Konsep dasar fotografi muncul dari dua disiplin ilmu yaitu fisika dan kimia. Keduanya berkembang dan bergabung menciptakan sebuah kreasi mutakhir yang disebut fotografi, sebuah proses merekam alam yang memberikan sumbangan bagi kemajuan umat manusia.
Proses fotografi sejak ditemukan pertama kali hingga bentuknya sekarang sudah dapat dibilang lama yaitu tepatnya sejak 1829 secara resmi diperkenalkan oleh seorang yang bernama Joseph Nicephore Niepce, kemudian diikuti oleh Louis Jaques Mande Daguerre, William Henry Fox Talbot, hingga George Eastman yang pertama kali membuat kamera untuk dipasarkan secara luas dan sekaligus mendirikan perusahaan Eastman Kodak Company.
Kamera yang sekarang kita kenal pada mulanya dibuat berupa kamera obscura ( Camera = Kamar / ruangan dan Obscura = gelap ). Pada prakteknya dalam kehidupan sehari – hari, bila ada suatu ruangan gelap dan ada seberkas cahaya yang menembus lewat lubang kecil pada dinding, maka akan ada suatu gambar yang timbul dalam keadaan terbalik. Berdasarkan kenyataan ini, ilmuwan mulai mencoba membuat tiruannya dari sebuah kotak kecil yang diberi lubang sebagai jalan cahaya agar masuk dan menyinari emulsi film pada fotografi analog atau menyinari CCD / C-MOS dalam fotografi digital.
Seni Fotografi merupakan sebuah media analisa, sangat bertolak belakang dengan pengertian seni melukis, yang dalam arti sebenarnya dari kata melukis adalah media Sintetika. Pada awalnya pengertian secara umum Fotografi merupakan sebuah seni karya cipta yang membawahi atensi, pengalaman, fungsi dan ego. Seorang fotografer sangat terikat sekali dengan alam sekelilingnya, dimana sang fotografer dengan menggunakan alat media rekamnya (obyektif Kamera) dapat menyuguhkan hasil rekaman dari faktor dominan yang ada di alam sekelilingnya. Dari posisi dan kedudukan kamera dan dari pengarahan sumbu obyektif terhadap obyek, merupakan sebuah keputusan yang beralasan yang akan membuahkan sebuah hasil rekaman yang pasti (sebuah Copi atau Slide) yang memerlukan penguasaan sebuah tehnis pemrosesan, yang sangat dibutuhkan sekali untuk mewujudkan hasil dari sebuah rekaman, itu merupakan sebuah esensial dari ilmu Fotografi.
Dulu seorang Seniman sepertinya mempunyai satu keharusan untuk intensif mengamati dan memperhatikan dunia sekelilingnya, tidak saja mengamati bahkan menguak dan mengupas. Sedangkan Seni Fotografi yang induk ilmunya berasal dari seni mengamati obyek dari situ akan membuahkan sebuah pengaruh yang akan menjadi sebuah ide. Dari hasil seni mengamati inilah yang akan menjadi cikal bakal dari sebuah angan-angan untuk merekam obyek tersebut untuk menjadi sebuah foto, dan hal itu semua sangat bergantung sekali dari hasil intensitas pengamatan kita dan kebebasan kita untuk mengamati serta mengetahui pengaruh apa dari bagian obyek yang sekiranya kurang penting. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan mulai berkembangnya kontemporer, kita menyasikan berbagai panorama realitas baru, yang tercipta akibat pamadatan, peringkasan, pengecilan, dan percepatan dunia. Yang kita saksikan adalah sebuah dunia yang lipat, yang di dalamnya berbagai sisi dunia tampil dengan wajahnya baru yang kita kenal hari ini dengan nama digital.
Teknologi yang bernama digital telah mampu mengajak kita tamasya ke sebuah wilayah baru kebudayaan yang kaya warna, kaya nuansa, kaya tanda dan kaya citra yang telah melampaui batas-batas yang kita bayangkan sebelumnya. Begitu dasyatnya percepatan itu, mungkin kita tak lagi mengenal batas-batas kebudayaan itu, atau batas-batas itu sendiri telah runtuh, tidak ada lagi antara realitas dan fantasi, antara asli dan tiruan, antara kenyataan simulakrum, antara seni dan kitsch, antara normal dan abnormalitas.
Meskipun percepatan dunia sudah kian maju dan sulit untuk kita prediksi kedepannya, dan kehadiran kamera digital yang begitu canggih sudah merambah sampai kepelosok negeri ini, ternyata kehadiran photo hitam putih dirasakan masih sangat perlu untuk kita pelajari. Dunia hitam putih memang mempunyai keunikan tersenidiri, baik dari segi pemotretan samapi pada proses pencetakannya, dan hal ini pulalah yang menjadi daya tarik bagi penulis sendiri untuk mengenal dunia hitam- putih lebih dekat, meskipun rentang waktu yang tersedia untuk mata kuliah sangat pendek mudah-mudahan pengalaman yang sedikit ini akan menjadi modal dasar bagi penulis untuk mengetahui dunia hitam-putih lebih lanjut.
Menelusuri dunia photo hitam-putih tentu banyak hal yang dapat kita pelajari, namun disini penulis mencoba lebih memfokuskan pada tiga persoalan saja yaitu; Pertama, seperti apakah photo hitam-putih yang digemari saat ini. Kedua, bagaimanakah proses pemotretan photo hitam-putih yang baik dan benar. Ketiga, bagaimana proses pencucian dan pencetakan film yang baik dan benar.
2. PEMBAHASAN
Biasanya kita mengambil suatu objek hanya lebih banyak pada kira-kira atau rasa, artinya bila objek itu kita anggab bagus lalu kita ambil padahal sesungguhnya tidak seperti itu, kemudian tentang zat kimia yang dipergunakan dalam proses pencucian dan pencetakan foto tersebut. Untuk itu ada baiknya kita coba membahas tentang masing-masing persoalan yang penulis utarakan di atas tadi.
A. Visualisasi Foto Hitam Putih
Foto karya sang maestro Ansel Adams yang sangat menguasai tentang zona, merupakan sebuah gambaran tentang keberhasilan seorang fotografer dalam pemotretan dan pencetakan, sekaligus dapat kita jadikan sebagai tolak ukur, yang sangat menakjubkan dalam dunia fotografi. Sesederhana apapun alat yang ia pakai saat itu, namun bila dipergunakan oleh orang yang tepat dan menguasai teknik yang benar, maka lahirlah karya-karya yang sangat luar biasa.
Karya-karya Ansel Adams adalah sebuah cakrawala baru, dengan melihat karya-karyanya kita mampu untuk berimajinasi dan telah memberikan inspirasi bagi kami semua bahwasahnya foto hitam putih mempunyai daya pikat tersendiri dan hasil dari sang maestro tersebut sangatlah luar biasa.
Dari karya-karyanya Ansel Adams tersebut kita dapat melihat tentang estetika keindahan, komposisi, pemilihan obyek, nuansa tone gradasi zona dan ketajaman hasil dari foto hitam putih tersebut.
Karya-karya Ansel Adams pada umumnya diambil sekali jepret dan sekali cetak, namun mampu menghasilkan foto yang luar biasa dan tampaknya ia belum memakai teknik-teknik mounting yang juga dapat dilakukan dalam kamar gelap hal ini untuk memberi efek pada hasil cetak seperti apa yang dilakukan oleh komputer saat ini untuk memberi efek.
B. Proses Pemotretan
Proses pemotretan adalah bagian dari sebuah proses yang juga memegang perananan penting dan perlu dicermati. Pemahaman tentang sebuah teori pemotretan tidaklah cukup dalam pengambilan sebuah gambar atau objek sebab kita harus juga dituntut untuk menguasai alat (camera) yang akan kita pergunakan dalam pemotretan tersebut. Pemakain kamera analog tentulah tidak terlepas dari beberapa prinsip dan teori-teori yang akan mendukung untuk bisa mencapai sebuah hasil yang baik dan benar seperti bagaimana memegang kamera, bagaimana cara membuka diafragma dan bagaimana mengukur cahaya dengan baik dan benar, maka dari itulah sebagain orang masih menganggap memakai kamera poket dirasakan lebih mudah karena mungkin ia tidaklah dituntut untuk memperhitungkan hal di atas tadi lebih rinci.
Pengukuran zona sangatlah erat hubungannya asa film, lighmeter, pemfokusan, depth of fied, kecepatan dan bukaan rana. Pada penguasaan materi tentang ini sebaiknya akan bermanfaat kalau disertai dengan visualisasi dan peragaan sekaligus, supaya tidak cepat lupa. Memotret foto hitam putih ternyata tidak semudah yang penulis bayangkan selama ini. Untuk membidik ternyata tidak cukup hanya mengandalkan lighmeter saja, ternyata perlu menguasai zona dan teknik bracketting. Pengalaman selama ini dengan kamera analog hanya mengandalkan lighmeter dalam mengangkap cahaya, dan ternyata lighmeter sendiri juga mempunyai kesalahan dalam pengukuran. Dengan adanya perkulihan ini ternyata mampu memberikan solusi terhadap kesalahan lighmeter dan membuka pengetahuan baru tentang perlunya menyeimbangkan zona, yaitu antara zona film dengan zona obyek.
C. Langkah-langkah Pemotretan
Pertama kali yang perlu diketahui adalah lighmeter pada kamera mengidikasikan bahwa intesitas cahaya paling terang pada obyek dianggapnya sebagai abu-abu. Sebab lighmeter tadi mengukur obyek yang secara global dari semua bidang yang kelihatan dalam viewfinder, yang cahayanya paling terang atau setengah terang dianggapnya abu-abu, sedangkan bagian yang gelap diabaikan.
Masuknya cahaya yang terserap film akan berpengaruh terhadap pengikisan emulsion pada film. Oleh karena itu dengan pencahayaan yang optimal akan mengahsilkan pengikisan emulsi dengan gradasi yang baik, sehingga foto yang di hasilkan juga akan baik.
Bagian pertama yang dibidik adalah bagian yang paling terang dari dari patung tersebut. Pada saat itu yang tertangkap oleh lighmeter adalah pada posisi normal dengan diafragma f/11 kecepatan 1/60 sec, sedangkan ASA film yang digunakan adalah ASA100. Setelah pengukuran pada bagian yang paling terang dan paling gelap, namun tesktur dari objek masih terlihat.
Gambar berikut adalah salah satu contoh menganalisa objek dengan sistem pengendalian zona:
PERBEDAAN SYSTEM PENGENDALIAN ZONA DNG SYSTEM KONFENSIONAL
Zona III Zona V Zona VII
SYSTEM PENGENDALIAN ZONA
Metoda Analisa
Zona V atau Zona tengah sebagai Zona penyelaras yang letaknya dipastikan dengan cara menyelalaraskan dengan Graycard Kodak 18%
SYSTEM KONFENSIONAL
Metoda Pemotretan dengan pengindraan Lightmeter secara Integral terhadap kuat intensitas cahaya yang ada pada seluruh permukaan Obyek,harga tengah dari cahaya yang terkuat menjadi data yang akan dipakai untuk memotret.
Tentu dari kedua system sangat beda sekali hasilnya, dari Metoda Pemotretan dengan menggunakan data harga tengah Intensitas cahaya yang terkuat yang ada dipermukaan Obyek Dibanding dengan Metoda Analisa yang Harga tengah yang didapatkan dari Harga tengah Zona V yang sudah diselaraskan dengan Graycard Kodak 18% yang mewakili Ton abu-abu secara jelas hasil datanya akan berbeda. Selain itu semua proses dikerjakan secara akurat dalam sebuah Standart sehingga QUALITAS Konstan selalu terjaga.
Untuk mempermudah pencarian sinkronisasi zona dibantu dengan penggunaan tabel Exposure value (EV) yang berguna untuk mencari kesepadanan antara perbandingan penggunaan diafragma dengan kecepatannya, sebagai berikut:
TABEL EV / LW
TABEL EXPOSURE VALUE / LICHTWERT.
difragma 1 1.4 2 2.8 4 5.6 8 11 16 22 32 45 64 90
kecrana
1/1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1/2 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1/4 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1/8 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1/15 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1/30 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
1/60 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1/125 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1/250 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1/500 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
1/1000 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1/2000 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Tabel Exposure Value atau tabel Lichwert atau Tabel Porsi Banyaknya cahaya.
Cara membacanya adalah sebagai berikut:
Kalau kecepatan rana (bilangan merah) sebagai konstanta maka diafragma (bilangan biru) sebagai vaktor variabel. Misalnya kecepatan rana 1/250 dengan kombinasi Diafragma f/5.6, menghasilkan Exposure Value 11 (EV 11), data ini didapatkan dari hasil lighmeter yang diarahkan pada Graycard yang diletakkan pada objek, dengan mengaitkanya pada data ASA film pada lighmeter. Selanjutnya dapat dibaca seluruh harga EV 1. Semua perbandingan diafragma dan kecepatan yang harga Evnya sama dapat digunakan sebagai kombinasinya, karena PORSI cahayanya sama. Misalkan mengambil kombinasi lainnya t= 1/30 dengan f=16 harga Evnya juga menunjukan bilangan 11, yang artinya sama porsinya sihingga densiti yang dihasilkan pada jklise sama semuanya. Atau pilih kombinasi f dan 1/t lainnya yang juga Porsi cahayanya sama (Evnya sama) maka akan sama hasil Densitinya.
Merupakan tabel kesetaraan Porsi Intensitas cahaya Obyek pada kombinasi f dan 1/t dengan mengacu pada kepekaan film, Kombinasi data Lightmeter yang didapatkan dari hasil lacakan keadaan Obyek pada saat Obyek hendak difoto. Tabel ini dipergunakan untuk memilih kombinasi f dan 1/t yang lainnya atau yang setara dengan yang didapat dari LM. dengan mengacu harga Porsi Intensitas cahaya Obyek yang sama atau harga Exposure Value yang sama tau Lichtwert yang sama
Caranya membaca tabel diatas demikian; Semisal kita telah mendapatkan data lacakan LM yang ada pada Obyek dengan kombinasi f = 11 dan 1/t = 1/30. dengan harga EV = 13. harga EV 13 ini dapat dijadikan panduan untuk harga Porsi Intensitas cahaya yang sama sebesar 13 itu kombinasinya akan sama pula.
f = 11 dan 1/t = 1/30 dan EV / LW = 13.
kombinasi yang lainnya yang setara
f = 16 dan 1/t = 1/15 EV / LW = 13.
f = 5.6 dan 1/t = 1/125 EV / LW = 13.
f = 2 dan 1/t = 1/1000 EV / LW = 13.
Semua yang harga EV / LW nya sama 13 dapat dipakai. Keterangan itu demikian; ketiga buah tabung A,B dan C yang digambarkan dibawah,mempunyai Volume atau Porsi Cahaya sama banyaknya walaupun lebar penampang dan tinggi tabung berbeda beda, sehingga dengan Porsi banyaknya cahaya yang sama tersebut dibutuhkan Film untuk membakar emulsi yang ada dipermukaan film, dengan menghasilkan berkas / bercak bakaran yang sama pula.
Keterangan Ini indentik sekali dengan logika Porsi banyaknya cahaya yang kita pakai untuk memotret yang akan berbeda yaitu akibat dari masing masingn kombinasi tersebut.
D. Proses Pencucian Film
Alat dan bahan yang diperlukan atau dipersiapkan adalah:
Sebuah bak untuk merendam botol yang berisi bahan untuk pengembang emulsi.
Obat pengembang (botol berisi Developer/ micro-MF.
Tabung prosesor yang digunakan untuk tempat memproses film.
Es batu sebagai penstabil temperatur dapat dipertahankan hingga antara 18˚-28˚C.
Film dikelurkan dari selonsong pengaman, kemudian digulungkan kedalam spiral yang bercelah udara, sehingga selama proses berjalan film tidak akan lengket dan film dapat diprose 100%.
Kemudian film dimasukan kedalam tabung, dan siap untuk diproses. Ambil satu botol Developer, sebelum dituangkan harus dikontrol temperaturnmya. Jaga suhu sekitar18˚C dengan waktu lebih kurang 8.5 menit.
E. Proses Pengembangan Film
Agitasi yang dilakukan selama 1 menit pertama adalah 10 X setelah itu ketukkan tabung prosesor pada meja,hal ini bertujuan untuk melapaskan gelumbung udara yang menempel pada permukaan film. Apabila gelumbung tadi melekat pada permukaan film, maka film yang diproses tidak akan sempurna.
Pada menit selanjutnya agitasi hanya 3 X saja hingga proses agatasi selesai. Setiap melakukan agitasi maka tabung dikembalikan kedalam bak supaya tempreraturnya terjaga. Selanjutnya larutan dikelurkan dari tabung dan dikembalikan kedalam botolnya.
F. Proses Penghentian Pengembangan
Larutan stop bath dituangkan kedalam tabung prosesor. Maka proses selanjutnya segera dimulai yaitu pengembangan dan ini waktunya sangat singkat dan dilakukan bebarapa agitasi saja. Pengehentian agitasi ini berlansung sekitar 20-30 detik, dan gerakan agitasi dilakukan sekitar 10 x setellah selasai stoper dituangkan kembali kedalam botolnya, dan stop bath ini dapat dipakai untuk beberapa kali.
G. Proses Penetapan
Setelah proses Stoper selesai, selanjutnya adalah Fixer, masukan Fixer kedalam tabung dan waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 30 detik sampai 30 menit. Kalau waktu fixer pendek maka agitasi dapat anda lakukan segera selama proses berjalan seperti proses stopper.
H. Proses Pembersihan
Setelah semua langkah diatas dilalui, maka film dicuci dengan air bersih yang mengalir selama 15 menit sampai 45 menit dengan temperatur lebih kurang 20˚C.
I. Proses Pengeringan
Setelah proses pencucian denga air bersih selesai, sekarang proses pengeringan, untuk proses ini kita melakukan pengeringan cara hati-hati. Pengeringan yang baik adalah dengan memakai lemeri pengeringan khusus, namun sewaktu kami praktek ternyata lemari tersebut tidaka dapat difungsikan. Selanjutnya pengeringan dilakukan dengan menggantungkan film tersebut pada AC ruangan tersebut. Untuk menjaga kualitas film tidak boleh menggunakan Hairdryer, sebab alat ini membawa hawa panas dan ini tidak baik untuk film.
Sebagai pedoman untuk mencari hal-hal yang berkenaan dengan hasil proses pencucian film, berikut ini adalah bekal untuk para mahasiswa berupa tabel proses film yang berguna untuk mengetahui semua gejala yang terjadi pada film pasca pencucian film.