Jumat, 08 November 2013

Sepaham dengan Demokrasi Indonesia yang harus di benahi.

hari ini kekesalan saya memuncak, mendengar berita mengenai AM (Ketua MK) dengan dugaan kasus korupsi yang menimpanya. Tak pelak hal tersebut mencoreng nama bangsa di mata dunia, seorang Hakim yang harusnya menjunjung kebenaran malah bermain dengan uang ratusan milyar rupiah. lalu saya mencari cari sebuah kesalahan yang mana awal kesalahan sebuah demokrasi bangsa ini.

bangsa ini mungkin bisa di sebut telah di jajah bangsa kita sendiri. karena perbuatan yang katanya harapan bangsa dan penerus perjuangan. mungkin kini pahlawan kita sudah malu melihat bangsa kita, darah mereka bisa saja mereka tuntut kembali kini. tak malu kah bangsa ini dengan pengorbanan para pejuang? Sukarno, Hatta, oto iskandar dinata, Sultan mahmud baharudin, tuanku imam bonjol, atau bahkan sampai kapitan patimura, pahlawan yang kini jadi saksi bisu atas tindak laku para penerus perjuangan mereka.

dari kata demokrasi, menjadikan sebuah akar gurita bahwasanya kita sebenarnya tidak sedang berdemokrasi secara benar, namum melampaui apa yang jadi khitah demokrasi. siapa saja berhak mempunyai suara, namun pada akhirnya suara tersebut menjadi anarkis.

kini bangsa ini butuh kembali seorang figur yang berani, seorang figur yang taat pada aturan, dan mengerti akan rakyatnya seperti kepercayaan bangsa ini kepada Presiden Sukarno atau pada SBY sebelum 2009. pemimpin yang mampu mencontohkan kita ini punya Bapak yang akan melindungi dan memberikan masa masa aman di rumah. (Catatan Surya Ibrahim /. 09-11-2013)

Mahfud MD: Demokrasi Indonesia Kebablasan
Reporter: Hamzah Farihin
Syahida Inn, BERITA UIN Online – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Dr Mahfud MD menilai, demokrasi yang berjalan di Indonesia telah kebablasan. Pasalnya, meski di satu sisi perkembangan demokrasi di Indonesia cukup menggembirakan, namun pada saat yang sama hal itu dibarengi dengan banyaknya persoalan yang membuat demokrasi menjadi mandek.
“Demokrasi mandek karena kinerja pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah masih lemah dan tak kunjung lepas dari korupsi, penegakkan hukum juga belum optimal, anarkisme masih dipilih sebagai alternatif menyuarakan ketidakpuasan, dan masih adanya pembiaran atas pelanggaran HAM,” kata Mahfud dalam Lecturer Series on Democracy yang diselenggarakan FISIP UIN Jakarta, di Syahida Inn, Selasa (5/4).Turut hadir Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum Prof Dr Amsal Bakhtiar, Pembantu Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerja Sama Dr Jamhari, dan Dekan FISIP Prof Dr Bachtiar Effendy.
Di samping itu, lanjut Mahfud, hal itu diperburuk dengan kinerja wakil rakyat yang tak memuaskan, mereka lebih memilih membangun gedung parlemen yang mewah dibanding memperhatikan nasib rakyat kecil. “Ini semua bukanlah tanda dari demokrasi yang sehat. Apalagi ketidakadilan masih merajalela. Ini akan menimbulkan apatisme dan skeptisisme di masyarakat,” tegas Guru Besar di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Mahfud menegaskan, kalau Indonesia mau memperbaiki demokrasi, konstitusinya harus diperbaiki terlebih dahulu. Karena dalam sejarah bangsa Indonesia, konstitusi pada masa dahulu tidak kondusif bagi pembangunan demokrasi. Maka langkah yang diambil sejak reformasi untuk melakukan perubahan-perubahan konstitusi merupakan tindakan yang tepat untuk memperkuat demokrasi Indonesia.
“Demokrasi yang hendak ditegakkan di Indonesia adalah demokrasi konstitusional, yakni demokrasi yang dilandasi kesepakatan-kesepakatan dalam konstitusi. Sampai kapanpun demokrasi dan hukum harus terus berkelindan. MK akan mengawal konsolidasi demokrasi melalui penegakan nomokrasi, menuju cita-cita dan tujuan negara berdasarkan UUD 1945,” pungkasnya. [] Sumber: disini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar